ISTBAT NIKAH DI PENGADILAN AGAMA
(PERKAWINAN DENGAN MENGGUNAKAN WALI MUHAKKAM)
Oleh:
Musthofa, S.H.I, M.H dan Ahmad Taujan Dzul Farhan, S.H¹
A. PENDAHULUAN
Pengajuan dan penyelesaian perkara itsbat nikah secara khusus diatur di dalam beberapa peraturan perundang-undangan.2 Teknis pelaksanaan penyelesaiannya diatur di dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama.3 Perkara itsbat nikah dapat dikategorikan sebagai perkara volunteer maupun contensius4. Disebut volunteer dan contensius ditentukan oleh siapa yang mengajukan istbat nikah. Perkara itsbat nikah termasuk diantara perkara yang cukup banyak diperiksa oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah.
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung telah merilis laporan akhir tahun 2019 yang di dalamnya memuat jumlah dan jenis perkara yang masuk sepanjang tahun 2019. Permohonan Istbat nikah merupakan salah satu diantara perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah. Berdasarkan data menunjukkan bahwa, sepanjang tahun 2019 permohonan itsbat nikah yang didaftarkan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah berjumlah 60.231 perkara. Jumlah ini belum ditambah dengan sisa perkara itsbat nikah tahun 2018 yang berjumlah 2.255 perkara.5 Total keseluruhan perkara itsbat nikah yang harus diselesaikan oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah berjumlah 62.486 perkara. Dari keseluruhan perkara yang masuk di Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah, perkara itsbat nikah menempati posisi ketiga dibawah perkara permohonan cerai talak.
Kenyataan di lapangan, tidak semua perkara istbat nikah dapat dikabulkan oleh Majelis Hakim yang memeriksa.6 Dikabulkannya permohonan itsbat nikah oleh Majelis Hakim tidak hanya memenuhi syarat administratif. Melainkan harus sesuai dengan syari’at islam dan peraturan perundang-undangan, terutama terkait terpenuhinya syarat dan rukun saat melaksanakan pernikahan di bawah tangan. Sering sekali terungkap fakta saat pemeriksaan di persidangan, para pemohon saat melaksanakan akad nikah tidak memenuhi rukun nikah. Salah satu contoh adalah saat pelaksanaan akad nikah, yang menjadi wali saat melangsungkan akad nikah adalah orang lain. Para calon mempelai mengangkat seorang untuk menjadi wali saat akad nikah (wali muhakkam). Wali yang menikahkan bukanlah wali yang telah diatur syari’at islam dan peraturan perundangundangan. Alasan para calon mempelai mengangkat wali sangat beragam. Beberapa alasan para calon mengangkat wali karena walinya adhol, walinya tidak diketahui keberadaannya dan walinya non-islam. Lalu, bagaimana dengan permohonan istbat nikah dengan wali muhakkam, karena wali yang seharusnya menikahkan beragama non-Islam? Untuk mengurai permasalahan tersebut, penulis paper ini mengambil judul, Penetapan Istbat Nikah Di Pengadilan Agama (Perkawinan Dengan Menggunakan Wali Muhakkam).